Liputan889 - Beberapa mitra dagang Indonesia telah resmi memasuki jurang resesi, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Contohnya adalah Jepang, yang mencatatkan penurunan pertumbuhan sebesar 0,4% year-on-year (yoy) pada kuartal IV-2023, melanjutkan tren penurunan sebesar 3,3% yoy pada kuartal sebelumnya.
Sementara itu, ekonomi Inggris juga mengalami kontraksi sebesar 0,3% yoy selama tiga bulan terakhir 2023, lebih dalam dibandingkan dengan penurunan 0,1% yoy pada kuartal III-2023.
Perlambatan ekonomi global dan gonjang-ganjing di negara mitra telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia Fokus Ekspor Non Tradisional
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Suswijono, mengungkapkan bahwa pemerintah telah melakukan pemetaan potensi penurunan ekspor di masa mendatang.
Dalam menghadapi kondisi ini, pemerintah berusaha proaktif dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor, khususnya di luar negara-negara mitra dagang tradisional.
Suswijono menyatakan kebutuhan untuk mengambil tindakan ekstra mengingat tren perlambatan ekonomi global yang akan mempengaruhi perdagangan global.
Dalam hal ini, pemerintah berusaha untuk mengejar ekspor dengan memetakan negara-negara potensial yang tidak termasuk dalam kategori tradisional, seperti negara-negara di Amerika Latin, Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk memperdalam kerja sama perdagangan yang telah terjalin, seperti melalui perjanjian CPTPP (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership), RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), dan kolaborasi aktif dengan negara-negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).
Baca juga artikel : Pemerintah Genjot Ekspor ke 12 Negara Ini Usai Negara Maju Resesi
Upaya ini sejalan dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Ekspor sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2023.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mengidentifikasi pasar ekspor baru dan mengurangi ketergantungan pada negara-negara mitra dagang tradisional.
Ekspor non tradisional merujuk pada jenis komoditas ekspor yang tidak termasuk dalam kategori utama ekspor suatu negara.
Umumnya, komoditas ini memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas utama dan memiliki potensi untuk meningkatkan diversifikasi ekspor serta mengurangi ketergantungan pada produk utama.
Ciri-ciri khas ekspor non tradisional antara lain, tidak masuk dalam 10 besar komoditas ekspor utama negara tersebut, memiliki nilai tambah yang tinggi karena telah melalui proses pengolahan atau produksi lebih lanjut, memiliki potensi pasar internasional yang besar, dan dapat berperan dalam meningkatkan diversifikasi ekspor guna memperkuat ketahanan ekonomi.
Beberapa contoh komoditas ekspor non tradisional dari Indonesia meliputi produk elektronik, produk otomotif, produk perikanan, produk permesinan, produk furnitur, produk alas kaki, dan produk tekstil.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekspor non tradisional melalui sejumlah kebijakan dan program. Ini termasuk pemberian insentif fiskal dan non-fiskal bagi eksportir, peningkatan infrastruktur perdagangan, serta promosi produk ekspor Indonesia di pasar internasional.
Upaya ini bertujuan untuk memperkuat daya saing ekspor non tradisional dan mengembangkan pasar baru, mengurangi risiko terkait ketergantungan pada sektor ekspor utama, serta mendukung pertumbuhan ekonomi secara lebih berkelanjutan.
Potensi ekspor non tradisional memiliki dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Perdagangan, nilai ekspor non tradisional Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD33,2 miliar, mengalami peningkatan sebesar 12,7% dibandingkan dengan tahun 2022. Negara-negara tujuan utama ekspor non tradisional Indonesia termasuk China, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan ASEAN.
Meskipun ekspor non tradisional menjanjikan potensi yang besar, namun terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangannya.
Beberapa tantangan tersebut melibatkan keterbatasan infrastruktur, kebutuhan akan peningkatan keterampilan tenaga kerja, persaingan global yang ketat, dan akses pasar yang mungkin terhambat.
Social Header