Liputan889 - Tauhid Ahmad, seorang ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan bahwa Kebijakan Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (Carbon Border Adjustment Mechanism/CBAM) yang diimplementasikan oleh Uni Eropa (UE) berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap industri baja di Indonesia.
Dalam konteks ini, dia menekankan perlunya dukungan kuat dari pemerintah, termasuk melalui penyusunan regulasi yang sesuai.
Ahmad menjelaskan bahwa teknologi energi bersih memerlukan investasi yang tinggi, dan pemerintah perlu mempermudah regulasi terkait.
Indonesia Disebut Harus Dukung Industri Baja Setelah Terdampak CBAM
Meskipun ekspor produk baja Indonesia ke UE relatif kecil dalam konteks total ekspor nasional, industri baja nasional tetap menghadapi tekanan serius.
Ini disebabkan oleh penggunaan jalur produksi berbasis batu bara yang meningkatkan emisi. Produk baja Indonesia yang diekspor ke Tiongkok dan kemudian diolah untuk dijual ke UE, contohnya, meninggalkan jejak karbon.
Dalam menghadapi tantangan ini, Ahmad menyoroti pentingnya dukungan yang tepat dari pemerintah, termasuk kemudahan kebijakan yang memungkinkan transisi ke teknologi nol emisi.
Hal ini akan membantu industri baja Indonesia menjaga daya saing dan profitabilitasnya di tengah tekanan global.
Ahmad menyampaikan bahwa regulasi yang mendukung dan insentif dari pemerintah adalah langkah konkret yang diperlukan.
Dia menyoroti perlunya insentif seperti selisih bunga yang signifikan untuk mendorong transisi ke teknologi yang ramah lingkungan. Ahmad menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya untuk menghadapi CBAM dari UE, tetapi juga untuk memungkinkan industri baja nasional bersaing secara global.
Dalam pandangan Ahmad, tidak semua industri baja dapat memperoleh privilese, namun hal ini dapat diberikan kepada industri baja yang telah memenuhi aspek hijau.
Hal ini sejalan dengan praktik yang telah diterapkan pada sektor-sektor lain, seperti industri sawit.
Dengan dukungan pemerintah, industri baja dapat memenuhi permintaan pasar UE, dan kebijakan CBAM UE dapat dijadikan sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing industri baja Indonesia di pasar global.
Sekilas Tentang CBAM
Carbon Border Adjustment Mechanism atau CBAM yang diterapkan oleh Uni Eropa (UE) merupakan langkah strategis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang terkait dengan produk impor. Kebijakan ini resmi berlaku sejak 1 Oktober 2023 dan akan diterapkan secara bertahap hingga tahun 2026.
Tujuan utama dari CBAM adalah merangsang produsen di luar wilayah UE untuk mengurangi emisi GRK mereka.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya "kebocoran karbon," di mana perusahaan di UE dapat memindahkan produksinya ke negara-negara dengan regulasi emisi yang lebih fleksibel. Selain itu, CBAM dirancang untuk melindungi industri UE yang telah berinvestasi dalam teknologi rendah karbon.
Mekanisme kerja CBAM melibatkan importir produk tertentu ke UE yang wajib membeli sertifikat CBAM.
Jumlah sertifikat yang dibutuhkan akan bergantung pada tingkat emisi GRK yang terkait dengan produksi produk tersebut. Harga sertifikat CBAM dihitung berdasarkan harga karbon dalam Sistem Perdagangan Emisi UE (ETS).
Baca juga artikel : Pemerintah Indonesia Fokus Ekspor Non Tradisional, Usai Mitra Dagang Masuk Jurang Resesi
Pada tahap awal, CBAM akan diterapkan pada beberapa produk kunci, seperti semen, besi dan baja, aluminium, pupuk, listrik, dan hidrogen.
Dampak dari kebijakan CBAM mencakup peningkatan biaya impor produk tertentu ke UE, yang diharapkan dapat mendorong produsen di luar UE untuk mengadopsi praktik produksi yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, CBAM diharapkan dapat membantu UE mencapai target emisi GRKnya, sejalan dengan komitmen untuk mengatasi perubahan iklim secara global.
CBAM adalah kebijakan baru yang penting dari UE yang bertujuan untuk mengurangi emisi GRK dari produk impor.
Kebijakan ini masih dalam tahap awal implementasi dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Namun, CBAM dapat menjadi alat yang penting untuk membantu UE mencapai target emisi GRKnya.
Social Header