Breaking News

Rusia Terapkan Larangan bagi Warga yang Mangkir Wamil untuk Pergi ke Luar Negeri


Liputan889 - Pada 13 November 2024, pemerintah Rusia mengumumkan kebijakan baru yang melarang warga laki-laki yang mangkir dari wajib militer (wamil) untuk pergi ke luar negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi pemuda Rusia dalam wamil, yang merupakan kewajiban nasional. Larangan ini datang setelah beberapa langkah yang diambil oleh pemerintah untuk memastikan bahwa lebih banyak pemuda terdaftar dan melaksanakan kewajiban mereka sebagai tentara.

Langkah-langkah pembatasan ini mencakup larangan bepergian ke luar negeri, tetapi tidak hanya itu. Warga yang mangkir juga akan dikenakan sejumlah pembatasan lainnya, yang diharapkan dapat memberi efek jera dan mendorong mereka untuk segera mendaftar dalam program wamil. Keputusan ini muncul setelah Rusia memulai pendaftaran wajib militer pada musim gugur 2024 dengan tujuan menambah jumlah tentara di tengah-tengah ketegangan yang terjadi akibat perang di Ukraina.

1. Taktik Pembatasan untuk Menekan Pemuda yang Mangkir

Rusia melaksanakan sejumlah pembatasan serius bagi warga yang mangkir dari wamil, salah satunya dengan melarang mereka pergi ke luar negeri. Selain itu, mereka juga dilarang memiliki properti, menjadi pengusaha, atau meminjam uang. Tindakan ini bertujuan untuk memaksa para pemuda agar memenuhi kewajiban mereka sebagai tentara dan mengurangi jumlah warga yang mencoba menghindar dari wamil.

Pada akhir September 2024, pemerintah Rusia telah memasukkan lebih dari 133.000 pemuda dalam program wamil musim gugur dan menargetkan untuk mendaftarkan lebih dari 280.000 peserta wamil di tahun tersebut. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah tentara Rusia, mengingat kebutuhan militer yang tinggi akibat konflik yang sedang berlangsung di Ukraina. Menurut laporan dari organisasi non-profit yang membela hak asasi manusia, School of Conscription, taktik ini dianggap sebagai bentuk intimidasi. Mereka menganggap notifikasi yang dikirim kepada warga yang mangkir sebagai bentuk ancaman untuk menakut-nakuti mereka dan membuat mereka segera mendaftar.

Namun, meskipun ada penolakan dari beberapa pihak, pihak berwenang Rusia tetap melanjutkan kebijakan ini. Sebagian warga yang menerima pesan tersebut mengklaim bahwa pembatasan tersebut belum diberlakukan secara luas dan hanya digunakan sebagai bentuk tekanan agar mereka memenuhi kewajiban militer mereka. Organisasi tersebut juga mengingatkan bahwa pembatasan ini kemungkinan besar akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025, saat sistem pendaftaran militer secara digital mulai diberlakukan.

2. Polisi Mulai Menangkap Pemuda yang Mangkir dari Wamil

Seiring dengan kebijakan baru ini, operasi penegakan hukum terhadap pemuda yang mangkir dari wamil semakin intensif. Polisi di Rusia dilaporkan telah menangkap banyak pemuda yang mencoba menghindari konskripsi dengan mendatangi rumah mereka atau bahkan menangkap mereka di jalan, kereta bawah tanah, atau tempat umum lainnya. Pemuda yang terdeteksi mangkir kemudian diborgol dan dibawa ke kantor polisi atau titik kumpul tertentu untuk didaftarkan sebagai peserta wamil.

Tindakan ini merupakan bagian dari upaya Rusia untuk meningkatkan jumlah peserta wamil, yang dianggap krusial untuk mendukung upaya militer negara tersebut, terutama dalam perang di Ukraina. Pihak berwenang berfokus pada penegakan hukum yang lebih ketat terhadap warga yang menghindari wajib militer. Sebagai tambahan, sistem pendaftaran militer yang baru, yang sebelumnya dijadwalkan diluncurkan pada November 2024, kini ditunda hingga 1 Januari 2025. Keputusan ini diambil setelah pemerintah Rusia melakukan pengujian sistem di beberapa wilayah pada September 2024.

Revisi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kebocoran dalam sistem pendaftaran militer dan memastikan bahwa lebih banyak pemuda yang memenuhi kewajiban mereka. Pemerintah berharap dengan adanya sistem pendaftaran digital yang lebih efisien, proses konskripsi dapat berjalan lebih lancar dan lebih banyak pemuda dapat didaftarkan dalam angkatan bersenjata Rusia.

3. Revisi Kompensasi untuk Tentara yang Terluka

Pada hari yang sama dengan pengumuman larangan bepergian ke luar negeri, Presiden Rusia Vladimir Putin juga menandatangani dekrit yang mengubah besaran kompensasi bagi tentara yang terluka dalam pertempuran. Sebelumnya, tentara yang terluka di medan perang dijanjikan kompensasi sebesar 3 juta rubel secara rata, tetapi sekarang kompensasi tersebut akan diberikan sesuai dengan tingkat keparahan luka yang dialami. Tentara yang terluka parah kini akan menerima kompensasi sebesar 3 juta rubel, sementara yang mengalami luka ringan akan mendapatkan 1 juta rubel, dan mereka yang terluka dengan kondisi lainnya akan menerima kompensasi sebesar 100 ribu rubel.

Revisi kebijakan ini memunculkan berbagai perdebatan di kalangan masyarakat dan analis militer. Beberapa pihak khawatir bahwa kebijakan baru ini justru akan mengurangi jumlah kompensasi yang diterima oleh tentara yang terluka, terutama bagi mereka yang tidak mengalami luka parah. Kritikus mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa mempengaruhi klasifikasi kondisi luka oleh tenaga medis, yang mungkin saja menurunkan jumlah klaim untuk kompensasi yang lebih tinggi.

Selain itu, meskipun kompensasi untuk keluarga tentara yang tewas dalam pertempuran tetap sebesar 5 juta rubel, revisi ini masih menuai kontroversi di kalangan publik. Sejumlah analis militer seperti Kirill Shamiev menganggap bahwa kebijakan baru ini berpotensi menciptakan ketidakpuasan di kalangan tentara, yang mungkin merasa bahwa mereka tidak mendapatkan kompensasi yang layak atas pengorbanan mereka di medan perang.

4. Dampak Kebijakan Terhadap Masyarakat dan Angkatan Bersenjata Rusia

Kebijakan terbaru yang mengarah pada peningkatan kontrol terhadap warga yang mangkir dari wajib militer mencerminkan ketegangan politik dan militer yang semakin meningkat di Rusia. Tindakan ini memperlihatkan bahwa pemerintah Rusia sangat serius dalam memastikan bahwa lebih banyak pemuda bergabung dengan angkatan bersenjata, terutama dalam konteks perang di Ukraina yang semakin memakan waktu dan sumber daya.

Bagi masyarakat Rusia, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, seperti larangan bepergian ke luar negeri dan penangkapan terhadap warga yang mangkir, menciptakan atmosfer ketegangan. Bagi sebagian orang, hal ini bisa dilihat sebagai upaya untuk memaksakan kontrol yang lebih besar atas kehidupan pribadi mereka, sementara bagi yang lain, ini mungkin dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk mendukung upaya negara dalam menghadapi krisis militer.

Sebagai tambahan, revisi kompensasi untuk tentara yang terluka mungkin mempengaruhi moral para prajurit. Di satu sisi, perubahan ini memberikan insentif bagi mereka yang mengalami cedera berat untuk menerima kompensasi yang lebih besar, namun, pada sisi lain, pengurangan kompensasi bagi tentara yang mengalami luka ringan bisa menurunkan kepercayaan mereka terhadap sistem yang ada.

Baca juga artikel : Australia Usulkan RUU Larangan Penggunaan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Rusia pada November 2024 menandakan langkah signifikan dalam pengelolaan wajib militer dan kompensasi bagi tentara yang terluka. Pemerintah berusaha memastikan bahwa lebih banyak pemuda memenuhi kewajiban militer mereka, terutama dalam konteks ketegangan yang terjadi akibat perang di Ukraina. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kontroversi, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional, terkait dengan pembatasan kebebasan pribadi dan potensi dampaknya terhadap kesejahteraan tentara yang terluka. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Ruang Info

© Copyright 2022 - liputan889 - Informasi Berita Terbaru Saat Ini