Liputan889 - Pemerintah Thailand, melalui Kementerian Transportasi, mengumumkan rencana untuk menerapkan program biaya kemacetan di Bangkok sebagai upaya mengurangi masalah kemacetan lalu lintas yang kronis serta polusi udara yang merugikan. Rencana ini, yang diperkirakan akan berlaku pada akhir 2025, bertujuan untuk mengatasi masalah yang sudah lama mengganggu kehidupan warga kota, serta mendorong lebih banyak orang untuk beralih menggunakan transportasi umum.
1. Rencana Tarif Kemacetan Berdasarkan Studi Internasional
Rencana penerapan biaya kemacetan di Bangkok ini didasarkan pada studi yang dilakukan di berbagai kota besar di dunia yang telah berhasil menerapkan kebijakan serupa. Kota-kota seperti London, Singapura, Stockholm, dan Milan telah sukses mengurangi kemacetan dan meningkatkan penggunaan angkutan umum melalui penerapan biaya kemacetan. Meskipun kebijakan ini awalnya mendapat penolakan, seiring waktu penerimaan terhadap kebijakan tersebut meningkat, menunjukkan keberhasilan dari pendekatan ini.
Pemerintah Thailand mengaku telah melakukan studi komprehensif bersama badan pembangunan Jerman, GIZ, selama lima tahun untuk menilai kelayakan penerapan biaya kemacetan di Bangkok. Berdasarkan studi tersebut, biaya kemacetan yang diusulkan akan berkisar antara 50 baht (sekitar Rp22.000) hingga 120 baht (sekitar Rp54.000) per kendaraan, tergantung pada zona tertentu di kota.
Dengan biaya kemacetan yang bervariasi, pemerintah berharap kebijakan ini dapat menciptakan insentif bagi masyarakat untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, sekaligus mendorong mereka untuk beralih menggunakan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan.
2. Pendapatan dari Tarif Kemacetan untuk Subsidi Transportasi Umum
Salah satu tujuan utama dari kebijakan tarif kemacetan ini adalah untuk menghasilkan pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk mendanai subsidi tarif transportasi umum, khususnya untuk jalur metro yang ada di Bangkok. Subsidi ini diharapkan dapat mengurangi biaya hidup bagi warga, serta mempermudah akses ke transportasi publik yang lebih terjangkau.
Menurut Krichanont Iyapunya, juru bicara Kementerian Transportasi Thailand, pendapatan yang dihasilkan dari biaya kemacetan akan digunakan untuk menurunkan tarif tetap untuk semua jalur metro. Ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak warga Bangkok untuk beralih menggunakan transportasi umum, yang pada gilirannya akan membantu mengurangi kemacetan serta polusi udara akibat penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan.
Selain itu, biaya kemacetan juga diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam upaya mengurangi polusi udara, terutama partikel kecil PM2.5 yang sering kali melebihi batas aman di Bangkok. Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin menciptakan kota yang lebih bersih dan lebih sehat, sekaligus memitigasi dampak lingkungan dari penggunaan kendaraan bermotor.
3. Investasi Besar dalam Infrastruktur Transportasi Umum
Sebagai bagian dari rencana besar ini, pemerintah Thailand berencana untuk mengucurkan dana infrastruktur yang cukup besar untuk mendukung transportasi umum di Bangkok. Salah satu langkah penting adalah pemberian dana sebesar 200 miliar baht (sekitar Rp90,6 triliun) yang akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek transportasi umum, termasuk peningkatan jaringan metro dan kereta komuter yang ada.
Investasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan transportasi umum di Bangkok, yang saat ini masih terbatas, terutama di area-area di luar pusat kota. Meskipun Bangkok memiliki sistem transportasi umum yang mencakup kereta listrik, bus, dan kereta api komuter, akses ke angkutan massal cepat masih terbatas di banyak wilayah, membuat sebagian besar penduduk bergantung pada kendaraan pribadi mereka. Dengan tambahan dana ini, diharapkan bahwa infrastruktur transportasi umum akan lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, dan pada akhirnya mengurangi kemacetan serta polusi udara.
Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa penduduk di luar pusat kota yang sering kali memiliki akses terbatas ke transportasi umum juga dapat merasakan manfaat dari kebijakan ini. Pemerintah perlu memastikan bahwa infrastruktur transportasi umum yang diperkenalkan dapat mencakup seluruh wilayah kota, termasuk kawasan pinggiran yang sering kali tidak terjangkau oleh layanan transportasi massal.
4. Polusi Udara dan Kemacetan: Masalah yang Terus Memburuk
Bangkok dikenal sebagai salah satu kota termacet di dunia, dan masalah polusi udara di kota ini juga semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan dari perusahaan perangkat navigasi TomTom NV, Bangkok menempati peringkat ke-46 dalam indeks kemacetan global pada tahun 2023. Penduduk kota ini menghabiskan rata-rata 4,5 hari dalam setahun terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Hal ini tentu berdampak negatif pada kualitas hidup warga, serta menambah beban ekonomi akibat waktu yang terbuang percuma di jalan.
Kemacetan lalu lintas di Bangkok juga berkontribusi pada tingkat polusi udara yang tinggi, terutama dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi dan penggunaan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan. Polusi udara di Bangkok sering kali mencapai angka yang tidak sehat, dengan tingkat partikel kecil PM2.5 yang dapat membahayakan kesehatan. Hal ini diperparah dengan pembakaran sisa tanaman di provinsi-provinsi sekitar Bangkok, yang menambah tingkat polusi udara di ibu kota.
Untuk itu, kebijakan tarif kemacetan diharapkan dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang masuk ke kota, serta mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan. Dengan berkurangnya kendaraan pribadi di jalanan, diharapkan kualitas udara di Bangkok dapat membaik, dan polusi yang selama ini menjadi masalah besar dapat ditekan secara signifikan.
5. Tantangan dan Prospek Ke Depan
Meskipun kebijakan tarif kemacetan ini diharapkan dapat memberikan solusi untuk masalah kemacetan dan polusi udara, tantangan besar tetap ada. Salah satunya adalah memastikan bahwa masyarakat benar-benar menerima dan mendukung kebijakan ini, mengingat pada awalnya mungkin ada perasaan ketidaksetujuan terhadap adanya biaya tambahan untuk berkendara di pusat kota. Namun, pengalaman dari kota-kota lain yang telah sukses menerapkan kebijakan serupa menunjukkan bahwa penerimaan masyarakat dapat meningkat seiring waktu, terutama jika mereka merasakan manfaat langsung dari kebijakan tersebut.
Penting juga untuk memastikan bahwa dana yang dihasilkan dari biaya kemacetan benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas transportasi umum, agar masyarakat merasa bahwa mereka mendapatkan alternatif yang layak dan efisien. Tanpa perbaikan yang signifikan pada infrastruktur transportasi umum, kebijakan tarif kemacetan mungkin tidak akan efektif dalam mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Baca juga artikel : Kasus Dokter Anak yang Dipenjara di Rusia Karena Mengkritik Perang Ukraina
Rencana penerapan tarif kemacetan di Bangkok merupakan langkah besar dalam mengatasi masalah kemacetan lalu lintas dan polusi udara yang telah menjadi masalah kronis di kota ini. Dengan mengadopsi kebijakan yang telah berhasil diterapkan di kota-kota besar dunia lainnya, Thailand berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih, lebih sehat, dan lebih efisien. Meskipun tantangan besar masih ada, kebijakan ini memiliki potensi besar untuk mengubah wajah kota Bangkok menjadi lebih ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan kualitas hidup warganya. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Ruang Viral
Social Header