Breaking News

Parlemen Georgia Resmi Setujui RUU Anti-LGBTQ+: Kontroversi dan Dampaknya

 


Liputan889 - Pada tanggal 17 September 2024, Parlemen Georgia secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) anti-LGBTQ+, yang menjadi sorotan internasional. Langkah ini diambil oleh pemerintahan Partai Georgian Dream sebagai upaya untuk melindungi nilai-nilai tradisional yang dianggap penting oleh negara Kaukasus Selatan tersebut. Persetujuan ini bukan tanpa kontroversi, mengingat reaksi dari komunitas internasional dan aktivis pro-LGBTQ+ di dalam negeri.

1. Isi RUU dan Dampaknya bagi Komunitas LGBTQ+

RUU anti-LGBTQ+ ini dilalui dalam tahap ketiga pemungutan suara, menandai dukungan mayoritas parlemen untuk menjadikannya hukum. Salah satu poin utama dalam RUU ini adalah pelarangan terhadap promosi dan penyelenggaraan parade LGBTQ+, termasuk parade Pride, yang selama ini menjadi simbol perayaan keberagaman dan penerimaan.

RUU ini merupakan bagian dari amandemen yang lebih luas, termasuk RUU Perlindungan Nilai-nilai Keluarga dan Perlindungan Anak. Dalam kerangka hukum ini, segala bentuk promosi mengenai LGBTQ+, perubahan gender, orientasi seksual, dan hubungan sesama jenis akan dilarang. Pengesahan RUU ini menjadi indikasi nyata dari upaya pemerintah Georgia untuk memperkuat norma-norma sosial yang dianggap lebih konservatif.

Proses pemungutan suara ini berlangsung tanpa kehadiran anggota parlemen oposisi, yang memboikot pembahasan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Partai Georgian Dream. Tindakan boikot ini menjadi bagian dari penolakan yang lebih luas terhadap kebijakan pemerintah, khususnya terkait isu hak asasi manusia.

2. Penolakan dari Presiden dan Aktivis Pro-LGBTQ+

Menyusul persetujuan RUU tersebut, Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, menyatakan bahwa ia tidak akan menandatangani undang-undang ini. Ia menekankan bahwa pemilu parlementer yang akan datang pada bulan Oktober sangat penting untuk masa depan negara. Sikap ini menunjukkan adanya ketidakpuasan dalam lingkup kepemimpinan Georgia mengenai langkah yang diambil oleh parlemen.

Di tengah situasi ini, aktivis pro-LGBTQ+ melakukan demonstrasi damai di depan gedung Parlemen Georgia untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap RUU tersebut. Tamara Jakeli, Kepala kampanye Tbilisi Pride, menyebut bahwa RUU ini akan memaksa organisasinya untuk tutup, menggambarkan persetujuan hukum ini sebagai langkah terburuk bagi komunitas LGBTQ+ di Georgia.

Aktivis mencatat bahwa hak-hak LGBTQ+ di Georgia telah menjadi isu sensitif dalam beberapa tahun terakhir. Parade Tbilisi Pride, yang diadakan untuk merayakan keberagaman, sering kali menjadi sasaran serangan fisik dari kelompok anti-LGBT. Hal ini menunjukkan tingkat ketegangan yang ada antara komunitas LGBTQ+ dan kelompok konservatif di Georgia.

3. Reaksi Perdana Menteri Georgia terhadap Ancaman Uni Eropa

Perdana Menteri Georgia, Irakli Kobakhidze, menanggapi reaksi Uni Eropa (UE) yang mengancam untuk mencabut kesepakatan bebas visa sebagai respons terhadap penurunan demokrasi di Georgia. Kobakhidze mengklaim bahwa tindakan UE merupakan bentuk ancaman dan pemerasan yang merugikan masyarakat Georgia secara keseluruhan. Ia menyatakan, "Langkah ini tidak akan berdampak apapun terhadap pemilu parlementer pada Oktober mendatang," menegaskan tekad pemerintah untuk tidak mundur.

Pertemuan Kobakhidze dengan Duta Besar Amerika Serikat di Tbilisi, Robin Dunnigan, juga membahas sanksi yang diterapkan kepada pejabat tinggi Georgia. Dalam pernyataannya, Kobakhidze mengisyaratkan bahwa jika AS mengambil langkah serupa, hal itu bisa mempengaruhi hubungan diplomatik antara Georgia dan AS. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Georgia berupaya untuk tetap mempertahankan kedaulatannya meskipun dihadapkan pada tekanan internasional.

4. Konsekuensi Sosial dan Politik dari RUU Anti-LGBTQ+

Pengesahan RUU anti-LGBTQ+ ini memiliki konsekuensi yang mendalam, baik dari segi sosial maupun politik. Secara sosial, langkah ini berpotensi memperburuk stigma dan diskriminasi terhadap komunitas LGBTQ+ di Georgia. Dengan adanya pelarangan terhadap promosi dan acara yang mendukung keberagaman, banyak individu dalam komunitas ini mungkin merasa terasing dan tertekan.

Politik di Georgia juga akan semakin dipengaruhi oleh RUU ini. Ketegangan antara pemerintah dan oposisi semakin meningkat, sementara komunitas internasional mengawasi situasi ini dengan cermat. Penolakan RUU oleh presiden dan protes dari aktivis pro-LGBTQ+ menunjukkan adanya ketidakpuasan yang berkembang dalam masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Ini bisa menjadi faktor penting dalam pemilu mendatang, di mana isu hak asasi manusia dan kebebasan sipil mungkin menjadi perhatian utama bagi pemilih.

5. Respons Internasional dan Masa Depan Komunitas LGBTQ+ di Georgia

Persetujuan RUU anti-LGBTQ+ oleh Parlemen Georgia telah memicu reaksi keras dari komunitas internasional. Banyak organisasi hak asasi manusia, baik lokal maupun global, mengutuk langkah tersebut dan mendesak pemerintah Georgia untuk menghormati hak-hak dasar setiap individu. Respon ini menunjukkan bahwa isu-isu hak asasi manusia, termasuk hak LGBTQ+, semakin mendapatkan perhatian di tingkat global.

Masa depan komunitas LGBTQ+ di Georgia kini berada dalam ketidakpastian. Dengan adanya undang-undang yang membatasi hak-hak mereka, aktivis dan individu dalam komunitas tersebut mungkin akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam memperjuangkan keberadaan dan hak mereka. Ini akan memerlukan strategi yang lebih cermat untuk membangun solidaritas dan mencari dukungan, baik di dalam negeri maupun dari luar.

Baca juga artikel : Zimbabwe Pertimbangkan Pemusnahan 200 Gajah untuk Mengatasi Krisis Kelaparan

Pengesahan RUU anti-LGBTQ+ di Georgia adalah langkah yang penuh kontroversi dan tantangan bagi komunitas LGBTQ+. Meskipun pemerintah mengklaim bahwa tindakan ini bertujuan untuk melindungi nilai-nilai tradisional, banyak yang melihatnya sebagai langkah mundur dalam hal hak asasi manusia dan kebebasan sipil.

Aktivis pro-LGBTQ+ dan pendukung hak asasi manusia harus tetap berjuang dan bersuara, meskipun menghadapi berbagai tantangan. Masa depan komunitas LGBTQ+ di Georgia sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan merespons dan mengatasi isu-isu diskriminasi dan ketidakadilan. Dengan tekad dan dukungan yang tepat, diharapkan hak-hak setiap individu, termasuk mereka yang berada dalam komunitas LGBTQ+, akan terus diperjuangkan dan dihormati di Georgia. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Warkop Sore

© Copyright 2022 - liputan889 - Informasi Berita Terbaru Saat Ini