Liputan889 - Baru-baru ini, dunia dikejutkan oleh penemuan bayi lumba-lumba yang ditemukan mati di Danau Amazon pada tanggal 18 September 2024. Kematian ini diduga akibat kekeringan parah yang mengakibatkan penurunan permukaan air danau. Meskipun tidak separah kekeringan tahun lalu yang mengakibatkan lebih dari 200 kematian lumba-lumba, insiden ini tetap menimbulkan keprihatinan karena musim kemarau diperkirakan akan tiba lebih dari sebulan lagi, dan permukaan air terus menurun.
Kekeringan yang melanda Amazon tidak hanya berdampak pada lumba-lumba, tetapi juga pada kehidupan berbagai hewan lain serta masyarakat yang bergantung pada sumber daya air di sepanjang sungai ini. Kondisi ini mencerminkan dampak serius dari perubahan iklim dan praktik manusia yang merusak lingkungan.
Penyebab Kematian Lumba-Lumba
Para peneliti yang menemukan bangkai bayi lumba-lumba melakukan pemeriksaan suhu air dan menemukan bahwa suhu air terus meningkat seiring dengan surutnya permukaan air danau. Meskipun suhu mungkin berkontribusi terhadap masalah kesehatan lumba-lumba, para ilmuwan berpendapat bahwa penyempitan ruang hidup yang tersedia untuk hewan dan manusia lebih berpengaruh terhadap kematian mereka.
Miriam Marmontel, kepala proyek lumba-lumba di Mamiraua Institute for Sustainable Development, melaporkan bahwa timnya telah menemukan beberapa bangkai hewan dalam beberapa minggu terakhir. "Rata-rata, kami menemukan satu bangkai setiap hari," ungkapnya. Hal ini menunjukkan bahwa situasi semakin mendesak dan memerlukan perhatian lebih lanjut.
Saluran utama danau yang digunakan untuk transportasi air oleh masyarakat, seperti kapal kecil dan feri, semakin menyempit karena kekeringan. Beberapa lumba-lumba ditemukan mati akibat bertabrakan dengan perahu. Kejadian ini menyoroti bagaimana aktivitas manusia dapat memperburuk kondisi lingkungan yang sudah kritis.
Kekeringan yang Meningkat
Kekeringan di Sungai Amazon tahun ini datang lebih awal dari yang diperkirakan dan dinilai lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun ada klaim bahwa musim kemarau tahun lalu belum sepenuhnya berakhir, para peneliti masih mempertanyakan keakuratan klaim tersebut. Namun, satu hal yang pasti: kekeringan saat ini mengancam kehidupan di sepanjang sungai, baik bagi hewan maupun masyarakat lokal.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Amazon, yang sering kali membangun rumah panggung di atas permukaan air, kini terdampar akibat permukaan air yang terlalu dangkal. Seorang warga dari Danau Tefe mengungkapkan bahwa ini adalah kali pertamanya rumah mereka terapung di luar air, menandakan betapa parahnya dampak kekeringan yang terjadi.
Kondisi ini memperlihatkan bagaimana perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya yang buruk dapat mengganggu kehidupan masyarakat yang bergantung pada sungai untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari air bersih hingga transportasi.
Ancaman terhadap Kehidupan Lumba-Lumba
Kekeringan yang berkepanjangan tidak hanya berdampak pada populasi lumba-lumba tetapi juga meningkatkan risiko kematian di antara spesies ini. Ketika curah hujan rendah dan suhu air meningkat, pendangkalan perairan menjadi masalah serius. Lumba-lumba menjadi stres ketika suhu air tidak dapat mereka toleransi.
Hasil otopsi lumba-lumba yang mati pada tahun lalu menunjukkan bahwa tidak ditemukan alga atau racun, serta patogen virus atau bakteri. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar penyebab kematian adalah suhu air yang tidak normal, yang diketahui mengalami peningkatan hingga 10 derajat Celcius. Penemuan ini mengindikasikan bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap ekosistem di sekitar Amazon.
Carlos Souza, peneliti di lembaga konservasi nirlaba Brasil Amazon, menyatakan bahwa beberapa faktor, termasuk deforestasi dan degradasi hutan, berkontribusi terhadap krisis kekeringan di Amazon. Penggundulan hutan menyebabkan peningkatan suhu dan penurunan curah hujan, sehingga membuat musim panas terasa lebih panjang dan lebih kering.
Perubahan Iklim dan El Niño
Perubahan iklim global telah memperburuk situasi di Amazon. Fenomena seperti El Niño, yang dapat meningkatkan suhu air di Samudra Atlantik, berkontribusi pada kekeringan ekstrem yang dialami oleh wilayah ini. El Niño membawa dampak besar terhadap pola cuaca, dan saat ini, wilayah Amazon menjadi salah satu yang paling terdampak.
Pemerintah Brasil dan berbagai organisasi lingkungan kini menghadapi tantangan besar dalam menangani masalah ini. Penanganan yang cepat dan efektif diperlukan untuk mengurangi dampak kekeringan dan melindungi spesies yang terancam punah, seperti lumba-lumba Amazon.
Upaya Konservasi dan Kesadaran Masyarakat
Dengan meningkatnya kesadaran akan dampak perubahan iklim, upaya konservasi di Amazon menjadi semakin penting. Program-program yang fokus pada perlindungan hutan dan pengelolaan sumber daya air dapat membantu memitigasi efek dari kekeringan. Edukasi kepada masyarakat lokal tentang praktik berkelanjutan juga menjadi kunci untuk menjaga ekosistem Amazon.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya dampak dari kondisi yang sedang berlangsung dan untuk mengembangkan strategi mitigasi yang efektif. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa sumber daya alam dilindungi untuk generasi mendatang.
Baca juga artikel : Presiden Argentina Dijadikan Buronan oleh Venezuela Ketegangan Diplomatik Memuncak
Krisis kekeringan di Danau Amazon menunjukkan betapa rentannya ekosistem dan kehidupan di sepanjang sungai ini. Kematian bayi lumba-lumba hanyalah satu contoh dari dampak luas yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan praktik pengelolaan yang buruk. Penting bagi semua pihak untuk bersatu dalam upaya konservasi dan penanganan masalah lingkungan yang semakin mendesak ini.
Hanya dengan tindakan yang tepat dan kesadaran kolektif, kita dapat melindungi kekayaan alam Amazon dan spesies yang bergantung padanya. Jika tidak, kita mungkin menyaksikan lebih banyak kehilangan kehidupan, baik hewan maupun manusia, di masa depan. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Ruang FYP
Social Header